Sabtu, 12 Mei 2012

SINGKONG DAN UBI

Sebelum melanjutkan membaca artikel ini, saya mengingatkan awas hati-hati salah persepsi membaca judulnya. Jangan sampai membacanya singkon dan ubi, tapi dalam pikiran singkon dan keju, seperti judul lagu yang dibawakan Ari Wibowo yang berjudul Singkong dan Keju. Lagu yang populer akhir tahun 80an.:)

Hari Jum'at kemarin, saya dan tim Workshop Sains Sahabat Cahaya mengisi workshop buat guru-guru Taman Kanak-kanak (TK) di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Tidak ada perbedaan yang secara mencolok antara Majalengka dan tempat yang lain kami mengisi workhsop sains. Seperti biasa, di meja undangan VIP dan meja narasumber atau tempat orang-orang yang akan memberi sambutan disediakan kue dan buah-buahan. Hanya bedanya, diantara beberapa kue yang lain saya melihat singkong dan ubi. Semula sayapun menganggap biasa, tapi ternyata ada maksudnya.

Workshop sains itu merupakan kerjasama dengan Federal International Finance (FIF). Perusahaan jasa keuangan yang memberikan pinjaman, salah satunya adalah kredit motor Honda. Divisi Corporate Social Responsibility (CSR) FIF membiayai tim Workshop Sains Sahabat Cahaya untuk memberikan workshop pembelajaran sains kepada anak usia dini di Kabupaten Majalengka. Pesertanya adalah guru TK, dengan jumlah peserta sebanyak 200 orang.

Acara tersebut akan dibuka oleh bupati Majalengka H. Sutrisno, SE, MSi. Kehadiran pejabat setempat untuk membuka acara juga sebenarnya bukan sesuatu yang istimewa, karena sesekali di tempat lain pun begitu.

Saya merasa ada sesuatu saat melihat Bupati H Sutrisno tersebut lebih menikmati singkong dan ubi saat dia mencicipi hidangan kue-kue dihadapannya. Ini pun sempat saya abaikan, dalam pikiran saya, mungkin memang karena dia lebih suka singkong dan ubi. Jadi persitiwa itu bukan sesuatu yang istimewa.

Di akhir acara baru saya dapat cerita dari Kak Ita, nama populer salah satu tim trainer Workshop Sains Sahabat Cahaya. Dia mendapat cerita dari panitia setempat bahwa semua acara pemerintahan dan yang melibatkan unsur pemerintah, setiap ada acara Bupati mewajibkan penyelenggara harus menyertakan singkong dan ubi sebagai jamuan. Alasannya, sebagai simbol bahwa pemerintahan saat ini adalah pemerintah yang pro rakyat kecil.

H. Sutrisno, adalah Bupati Majalengka yang terpilih dalam Pemilu Pemerintah Daerah (Pilkada) tiga tahun lalu. Dia berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Saya belum mengkaji lebih hasil jauh kepemimpinan H. Sutrisno selama tiga tahun menjadi bupati. Perkenalan awal terhadap sosok dia buat saya cukup baik. Saat datang datang ke acara, kemudian memberikan sambutan dan saat meninggalkan acara menunjukkan sosok yang dekat dengan rakyat. Beberapa ungkapan dalam sambutannya disambut dengan tepuk tangan peserta, sesekali membuat geerr yang berada diruangan itu.

Tapi itu bukanlah indikator yang cukup untuk menilai bahwa dia bupati yang berhasil. Ada banyak hal yang lebih komplek dari sekedar kewajiban memakai singkong dan ubi sebagai jamuan, atau bahkan pidato yang membuat orang bertepuk dan tertawa bersama. Saya belum tahu Bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat Majalengka, demokrasi yang berkembang di sana dan kemajuan pembangunan di sana.

Sekilas tentang Kabupaten Majalengka.
Majalengkab mempunyai luas wilayah 120.424 hektar yang terdiri atas 26 kecamatan. Jumlah penduduk menurut data Buadan Pusat Statistik tahun 2007 mencapai 1.188.189 jiwa, dengan kepadatan penduduk 987/kilometer persegi. Pada 2007, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita kabupaten Malajengka 3.253.430.22, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 2.851.121.63. Bagaimana setelah di pimpin oleh H. Sutrisno, saya belum mendapat datanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar