Selasa, 12 Januari 2010

Pahlawan dari Dunia Nista


Mungkinkah kepahlawanan bisa datang dari dunia yang dianggap penuh maksiat? Dunia yang menawarkan pelampiasan nafsu seksual. Dunia yang di dalamnya penuh perendahan terhadap harkat manusia. Dunia yang mendorong terjadinya perdagangan manusia dan eksploitasi seks terhadap anak-anak.

Kalau sebelum menjawab pertanyaan itu kita membaca kisah hidup Somaly Mam, dengan tegas kita akan mengatakan mungkin. Karena dari dunia itulah Somaly berasal. Dari kepahitan hidup sebagai pekerja seks komersial (PSK), dari ketidakberdayaan melawan ketamakan ”kakek”-nya, dan kuasa pemilik rumah bordir.

Somaly seorang pahlawan kemaunisaan. Berkat pengorbanan dan perjuangannya Somaly berhasil menyelamatkan 4000 wanita dan anak-anak dari prostitusi dan perdagangan manusia. Somaly telah mendapat beberapa penghargaan dari beberapa lembaga dunia. Digelari Pahlawan oleh CNN dan Wanita Tahun Ini oleh Glamour pada 2006. Dia juga penerima Anugerah Anak-anak Dunia untuk Hak-Hak Anak pada 2008.

Somaly tidak ingin nasib yang menimpa dirinya terjadi terhadap anak-anak yang lain. Karenanya setelah dia terbebas dan ada kesempatan menyelamatkan anak-anak korban trafficking, dia memanfaatkan peluang itu.

Somali lahir di desa Bau Sra, Kamboja. Dia tidak tahu kapan dilahirkan. Dia hanya bisa menerka antara 1970 atau 1971. Lahir dari keluarga miskin. Diasuh oleh neneknya.

Somaly belum menginjak usia lima, saat Amerika menyerang Kamboja. Selanjutnya pada 1975-1979 Khmer Merah berkuasa. Saat itulah terjadi ‘badai’ yang tidak menentu. Orang-orang dipindahkan ke kamp kerja paksa tempat mereka kerja sebagai budak, atau dipaksa berjuang demi rezim tersebut. Saat itulah dia berpisah dengan neneknya. Somaly menjadi anak terlantar.

Keluarga Taman perduli dengan nasib Somaly, kemudian mengasuhnya. Taman. Seorang pria berasal dari suku Khmer, sementara istrinya berasal dari suku Phong. Walaupun sudah diasuh oleh keluarga Taman, Somaly sering merasa sedih. Dia merindukan seorang ibu yang akan memeluk, mencium dan membelainya. Seperti istri Taman memeluk anaknya.

Saat Somaly berusia 10, keluarga Taman kedatangan tamu yang diperkenalkan sebagai kakek. Taman menyampaikan bahwa orang tersebut akan membantu Somaly menemukan keluarganya. Somaly menganggap bahwa orang tersebut adalah kakek aslinya atau orang baik yang akan mengadopsi dan mencintai dirinya. Somaly senang ikut dengan kakeknya.

Tetapi rasa senangnya tidaklah berlangsung lama. Kakeknya bukanlah orang baik. Dia menyuruh Somaly bekerja dengan orang lain untuk mendapatkan upah. Somaly juga sering dimarahi dan dipukul saat dmelakukan kesalahan, walaupun kesalahan sepele.

Tidak hanya itu, Somaly dijadikan alat pembayar utang kakeknya terhadap seorang pedagang Cina. Suatu hari Somaly disuruh mengambil minyak di pedagang Cina, tempat biasanya Somaly membeli barang-barang. Di sana Somaly diperkosa oleh pedagang Cina tersebut. Somaly kemudian tahu, bahwa itu adalah bagian dari transaksi pembayaran utang kakeknya terhadap pedagang tersebut.

Penderitaan yang lebih pahit Somaly rasakan saat kakeknya menjualnya ke rumah bordir. Di sanalah kemudian Somaly sering diperkosa dan disiksa. Ada rasa marah yang sangat besar terhadap kakek dan pemilik rumah bordir, tapi Somaly tidak kuasa melawannya. Beberapa kali dia berusaha kabur, pemilik rumah bordir selalu bisa mengembalikan Somaly ke rumah tersebut.

Akhirnya Somaly pasrah dengan hidupnya, karena saat dia kabur dan kemudian berhasil ditemukan dia akan mendapat siksaan yang lebih menyakitkan.

Kehidupan Somaly berubah saat dia berkenalan dengan seorang warga asing yang berasal dari Prancis bernama Pierre. Pierre bekerja pada sebuah lembaga kemanusiaan. Semula Pierre adalah salah satu klien rumah bordir tempat Somaly bernaung. Setelah beberapa kali mereka bertemu Pierre jatuh cinta terhadap Somaly, bahkan kemudian mengajak Somaly menikah. Pernikahannya dengan Pierre membuat status sosial Somaly diperhitungkan.

Somaly sering kali datang ke tempat kerja suaminya di klinik Medecins Sans Frontieres (MSF). Sampai kemudian Somaly menawarkan diri kepada bos suaminya untuk bekerja sebagai relawan. Permohonan Somaly dikabulkan, mulailah Somaly setiap pagi bekerja di MSF.

Saat di MSF itulah Somaly sering menjumpai para PSK yang berobat karena penyakit kelamin. Somaly menjadi miris, mengenang masa lalunya. Lebih miris lagi saat yang datang ke klinik tersebut adalah anak-anak masih belia. Bermula dari situ kemudian Somaly berkeinginan membantu para PSK.

Gerakan pertama yang dilakukan Somaly adalah dengan membantu membagikan kondom kepada rumah-rumah bordir. Usahanya tersebut untuk mengurangi risiko yang lebih besar tertular penyakit kelamin, dan terutama AIDS, yang saat itu mulai ditemukan kasusnya di Kamboja.

Tak puas dengan itu, Somaly ingin menyelamatkan anak-anak yang terjebak dalam dunia pelacuran. Seperti dirinya, anak-anak itu juga kebanyakan adalah korban dari kejahatan orang tuanya, yang menjualnya ke rumah bordir. Untuk itulah kemudian Somaly membuat organisasi yang dia beri nama AFESIP, yang diterjemahkan dalam bahasa Prancis sebagai: Aksi bagi Perempuan dalam Kesulitan.
Melalui organisasi inilah kemudian Somaly berjuang, sampai kemudian dia berhasil menyelamatkan puluhan anak-anak dari dunia pelacuran.

Membaca buku The Road of Lost Innocence akan membuat rasa kemanusiaan kita tergugah dan merasa kecil dihadapan Somaly. Somaly mantan pelacur tapi talah menjadi pahlawan bagi banyak orang. Menjadi inspirator buat pejuang kemanusiaan.

The Road of Lost Innocence
Pengarang: Somaly Mam
Penerbit: Hikmah, 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar