Kamis, 21 Januari 2010

Kotak Frame Media


Sebuah fakta oleh media bisa diolah sedemikian rupa, bisa dengan memunculkan dramatisasi atau juga bisa berupa kata atau kalimat penilaian terhadap situasi atau ekspresi oleh si pembuat berita. Sehingga pada fakta tersebut bisa terjadi penyimpangan makna ketika didengar/dibaca oleh pemirsa/pembaca.

Contoh dalam kasus Bank Century. Ada wacana bahwa Sri Mulyani akan dicopot karena dianggap bertanggungjawab terhadap bailout Bank Century. Sebuah stasiun televisi mewawancarai dia. Karena ditanya, Sri Mulyani menjawab bahwa dia mendapat konfirmasi dari presiden tidak ada pencopotan terhadapnya.

Dalam berita yang dibuat oleh stasiun televise tersebut pembaca berita menyampaikan “Sri Mulyani dengan percaya diri mengklaim dia tidak akan dicopot oleh Presiden”. Kalimat ini saya anggap bermasalah pada berita tersebut dengan menyertakan kalimat”Sri Mulyani dengan percaya diri mengklaim”. Kalimat ini seolah mengandung makna bahwa Sri Mulyani proaktif menyampaikan bahwa dia tidak akan dicopot oleh Presiden. Padahal faktanya Sri Mulyani hanya menjawab pertanyaan yang diajukan wartawan. Tidak ada upaya proaktif.

Selain itu, pada pemeriksaan bailout Bank Century ini media massa sering menggunakan kata SKANDAL. Padahal apakah bailout Bank Century itu skandal atau bukan belum dibuktikan secara hukum. Maka seharusnya kata yang digunakan adalah DUGAAN SKANDAL. Dengan media massa selalu menggunakan kata skandal, media massa telah mem-frame, bahwa bailout Bank Century ini sudah menjadi skandal. Padahal sebenarnya adalah dugaan skandal. Ini salah satunya dibuktikan dengan nama Pansus itu sendiri. Bukan Pansus Skandal Bank Century, tapi Pansus Bailout Bank Century.

Hal ini dulu terjadi juga terhadap Mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Gus Dur diturunkan oleh MPR saat itu karena Dugaan Skandal Bulog. Ternyata, secara hokum, dugaan itu tidak bisa dibuktikan, sampai Gur Dur meninggal dunia. Tapi media massa saat itu ikut mem-frame bahwa ada skandal yang dilakukan oleh Gus Dur, sehingga opini masyarakat dan MPR terbentuk bahwa Gur Dur terlibat dalam Skandal Bulog, yang kemudian membuat dia “dijatuhkan”.

Media massa yang mengklaim sebagai salah satu pilar demokrasi seharusnya tidak melakukan itu. Dengan melakukan itu, berarti dia sudah bukan menjadi pilar demokrasi lagi, malah menjadi penghancur demokrasi.

Wallahu alam bissawab

Salam

wtarsono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar