Sabtu, 04 Desember 2021

Berhenti Bertani

Saat masih bertani
Saya dan bapak saya selama dua tahun setengah ini, lebih sering berkebun jagung manis, sementara bertanam padi hanya sekadar untuk makan, sekitar 1000 M2. Sementara kebun jagung hampir 1 hektar (10.000 M2).

Kenapa memilih jagung manis? Bapak saya sebenarnya adalah petani padi. Tapi setelah saya pulang kampung dan terlibat dalam pertanian, beralih ke berkebun jagung manis dengan dengan harapan bisa lebih menguntungkan.

Pertama saya terlibat bertani dimulai dengan bertanam padi, sekitar 1 tahun. Kami mengontrak lahan sekitar 1,7 hektar. Sayangnya saat itu kami mengalami kemarau panjang. Sementara saluran irigasinya juga tidak bisa diandalkan.

Jadilah kami mengalami kerugian. Sawah dengan luas 1 bau (7000 M2) hanya dapat padi sekitar 8 kwintal. Dari 8 kwintal kami hanya bisa menjual 5 kwintal dengan harga sekitar 550 ribu per kwintal. Jadi hanya dapat uang sekitar 2,75 juta. Sisa 3 kwintalnya buat persediaan makan. Sudah pasti rugi.

Pernah ngalami situasi ini
Cukup besar, karena untuk sampai panen, kami harus pompa air dengan mesin air sebanyak 10 kali. Satu kali pompa saja biaya bensinnya sebesar 250 ribu. Belum biaya-biaya lain, dari mulai menggarap lahan, pupuk, penyemprotan, penyiangan dll.

Ada juga satu lahan lain dengan luas 1000 M2 kami tinggalkan. Dibiarkan mati, sama sekali tanpa panen.

Waktu itu lahan sudah digarap, ditanami padi. Sudah dipupuk satu kali. Kami sudah sempat pompa air sebanyak 2 kali. Karena gelagatnya akan menjadi beban, kami bangkrutkan.

Di lahan kami yang lain, yang relatif agak terjangkau airnya, kami panen, tapi hasilnya sekedar bisa mengembalikan modal. Nah, sejak itu lahan garapan yg luasnya satu bau (7000 M2) tidak kami perpanjang lagi sewanya

Dari situ juga kami mulai berganti bertanam yg lain. Pilihannya jagung manis. Kenapa jagung manis? Bertanam jagung manis satu tahun bisa panen 4 kali. Dari segi harga sewaktu-waktu bisa dapat harga yg bagus. Dan saat panen lebih simple mengerjakannya. Tidak usah menjemur. Hari itu panen, selesai juga pekerjaannya.

Semula kami mix. Setengah lahan kami tanam padi, setengah lahan kami tanam jagung manis. Atau masa tanam pertama kami tanam padi, berikutnya tanam jagung manis 3 akar panen.

Di tengah-tengah masa itu, pernah jagung kami roboh semua diterjang angin puting beliung. Saat panen kami hanya dapat uang 1,3 juta. Lebih parah, saat jagung kami 90 persen krehol (bijinya tidak lengkap), dapat uang hanya 791 ribu.

Tapi kami tak putus asa, tetap kami tanam lagi. Ada juga masa untungnya.

Nah sejak akhir tahun 2019 lahan yang ada kami tanam jagung manis semua. Bertepatan dengan dimulainya masa pandemi penyakit corona.

Awal tahun 2020, saat panen raya harga padi anjlok di beberapa daerah dihargai 350 ribu per kwintal. Di tempat kami 380 ribu. Sedangkan saat kami panen jagung manis mendapat harga tinggi, mencapai 3800 perkilo.

Jadi kami merasa tepat berkebun jagung manis. Kami pun semakin semangat. Kami tanam lagi. Tapi sayangnya saat panen berikutnya hanya laku 500 rupiah perkilo.

Panen saat harga murah

Kami shock. Kami rugi dengan nominal yg cukup besar. Tapi kami tak putus harapan. Tatap kami tanam kembali jagung manis dengan modal pinjaman dari bank. Karena pengalaman sebelumnya kami bisa untung lagi.

Tapi semenjak itu ternyata kami tidak pernah mendapat harga yang bagus lagi. Paling bagus cuma 1900 per kilo. Panen terakhir, November kemarin, dihargai 1000 rupiah perkilo. Pasti rugi.

Menyisakan hutang, tidak punya modal untuk bertanam lagi dan tidak punya uang buat sewa lahan. Akhirnya saya dan bapak sepakat, untuk berhenti menyewa lahan. Kami hanya menggarap lahan yang kami punya seluas 1000 M2 untuk bertanam padi buat makan.

Untungnya akhir Oktober kemarin saya ditelepon oleh seorang teman di Jakarta untuk bekerja bersamanya. Kembali ke dunia LSM dan jurnalisme. Di sela-sela itu, saat libur saya juga bisa menggantikan kakak berjualan.

Saya bercerita ini tidak dalam rangka berkeluh kesah. Atau menyesali pengalaman yg telah saya lalui. Tapi sebatas berbagi pengalaman, bahwa bertani itu memang tidak mudah. Kalau mau terjun ke sana, siapkanlah dengan matang.

Mudah-mudahan di kesempatan lain saya bisa bercerita kendala-kendala yg saya hadapi.

Demikian, semoga tidak membuat patah semangat buat teman-teman yg mau bertani. Saya sendiri, kalau kesempatan itu ada lagi mungkin akan kembali bertani, walau sambil bekerja di sektor lain.

Terima kasih
Jakarta, 3 Desember 2021.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar