Minggu, 06 Maret 2016

Sensasi Dua Garis

Siapa yang hamil sebenarnya?
Hampir dua bulan ini saya diliputi kebahagiaan yang tidak bisa tergambarkan. Awal Pebruari lalu, pada ulang tahun pertama pernikahan,  kami mendapat hadiah yang benar-benar tidak terduga. Istri saya diketahui sudah mengandung hasil buah cinta kami, dengan usia kandungan lima minggu.

Ini menjadi kejutan, karena kami tidak terlalu ngoyo untuk segera mempunyai momongan. Walaupun pada enam bulan pernikahan, kami selalu menanti-nanti kabar bahagia itu. Pada setiap jadwal haid, saya hampir selalu bertanya kepada istri, telat bulan enggak? Kalaupun bukan saya yang bertanya, istri yang kemudian mengabarkannya. "A, bulan ini neng haid," ujarnya.

Tapi selanjutnya kami bersepakat untuk bersabar saja, karena takutnya hal itu justru membuat kami stres. Nanti setelah usia pernikahan setahun baru kami akan mendiskusikan langkah-langkah untuk mendapatkan momongan. Termasuk rencana untuk berkonsultasi ke dokter, dan mengecek tingkat kesuburan kami. 

Kami juga bersepakat untuk tidak merespon secara berlebihan pertanyaan-pertanyaan dari orang-orang sekitar kami, apakah itu keluarga, tetangga dan teman-teman, yang bertanya, "gimana sudah hamil belum?" Atau pernyataan yang lebih terasa intimidatif seperti, "kok belum hamil-hamil sih?" atau "kurang jantan lu!" 

Kepada istri ada yang bilang, "khawatirnya, karena di keluargamu ada keturunan yang tidak punya anak." Pernyataan yang sempat membuat istri saya sedih. Ketika dia bercerita tentang itu, saya langsung memeluknya, untuk memberi ketenangan kepadanya.

Bulan-bulan berikutnya kami jalani dengan tanpa beban. Walaupun istri tetap saja bertanya sana-sini mencari informasi tentang tips agar bisa hamil. Dia bertanya ke paman google, kepada saudara-saudaranya dan ke bidan saat mengantar sepupu memeriksakan anaknya.

Waktu dia datang ke Jakarta, pada Desember 2015 istri menyampaikannya kepada saya informasi-informasi yang telah dia peroleh. Bahkan saat itu istri saya sudah mulai meminum susu yang dianjurkan bidan. Melihat istri yang begitu bersemangat untuk mendapatkan momongan akhirnya saya menyampaikan kepada dia, pada awal 2016 nanti saya akan ke dokter untuk memeriksa kesuburan saya.

Dengan berbagai alasan, saya dan istri memang hidup terpisah. Saya tinggal di Jakarta sementara istri tinggal di Malahayu, Brebes. Di bulan-bulan tidak ada liburan saya yang pulang kampung ke Brebes, tapi saat ada liburan panjang istri saya yang datang ke Jakarta. Pada Desember lalu, istri yang ke Jakarta, karena pas dengan liburan panjang sekolah. Istri saya di kampung berprofesi sebagai guru TK.

Minggu ketiga Januari saya pulang kampung. Beberapa hari saya di sana, tepatnya tanggal 25 Januari istri saya berkata kepada saya. "A, seharusnya neng haid hari ini, tapi sampai sekarang belum," ujarnya. "Oh ya?" timpal saya berbinar. "Tapi lihat dulu besok, kalau tidak keluar, mudah-mudahan ini pertanda hamil," timpalnya lagi.

Sejak itu, perasaan bahagia rasanya menghiasi hari-hari saya dan istri. Malamnya saya mulai mengusap-usap perut istri saya, sambil berkata, "Dek, kamu baik-baik ya, jangan rewel, ayah dan ibumu akan selalu ada untukmu," ujar saya. Sementara istri hanya senyum-senyum saja melihat tingkah saya.

Esok harinya, setelah istri pulang mengajar langsung saya bertanya kepadanya. "Gimana, keluar enggak?" tanya saya. "Enggak," jawabnya. Langsung saya memeluknya. "Jangan senang dulu, nanti kalau ternyata tidak hamil, kecewa," ujar istri saya. "Ya gak papa, kalau enggak, kan tinggal "ibadah" lagi aja yang rajin," ucap saya sambil nyengir. "Halah, maunya," timpalnya.

Kepada orang-orang tertentu istri dan saya mulai menyampaikan khabar tentang kondisi istri saya. Dari mereka istri disarankan untuk melakukan cek dengan test pack setelah semiggu telat haid. Tapi ada teman yang menyampaikan bahwa telat tiga hari saja sudah bisa terlihat di test pack. Karena penasaran, akhirnya kami memutuskan esok pagi melakukan test pack. 

Segera kami beli test pack dan menyiapkan tempat buat urin. Malamnya, saya kembali membayangkan istri sudah hamil, Maka yang saya lakukan kembali mengusap-usap perut istri saya, sambil mengajak ngobrol "bayi" yang ada dalam kandungan. Kembali istri hanya senyum-senyum melihat tingkah polah saya.

Pukul 04.30 kami terbangun. Segera kami ke kamar mandi. Saya membawa test pack sementara istri mengambil urinnya. Kami baca kembali cara menyelupkan dan berapa lama harus dicelupkannya. Kami sehati-hati mungkin melakukannya, karena kami tidak ingin gagal, karena kalau gagal berarti kami harus mengulang lagi esok hari, sementara saya akan balik lagi ke Jakarta.

Semenit, dua menit kami tunggu. Akhirnya muncul garis merah pertama. Kami tunggu beberapa waktu lagi, tapi garis kedua yang kami harapkan tidak muncul. Sekitar 15 menit kami tunggu, garis itu tetap tidak muncul. Dengan lemas kami letakkan test pack itu di tempat sampah. Kami kemudian tidur kembali, setelah shalat subuh.

Sekitar jam tujuh saya terbangun, dengan rasa penasaran yang belum juga hilang. Saya bergegas ke tempat sampah, mencari test pack itu kembali. Setelah ditemukan saya periksa lagi. Dan memang tidak ada garis kedua itu, walaupun terlihat samar warna merah di bawah garis pertama.

Saya penasaran, karena sampai hari itu, istri tidak juga keluar haidnya. Kami putuskan empat hari kemudian untuk melakukan test pack kembali. Saya pun memutuskan untuk menunda keberangkatan ke Jakarta. Selama empat hari menunggu, setiap hari saya bertanya kepada istri keluar haid atau tidak. Sampai lebih dari tiga kali saya bertanya setiap harinya.  Dan jawabannya tidak.

Hari ketujuh kami kembali melakukan test pack. Saking penasarannya saat itu saya meminta saya yang menyelupkannya. Tidak lama garis pertama segera muncul. Tapi garis kedua tidak juga muncul. Walaupun samar terlihat warna merah. Kami kembali lemas dan melanjutkan aktivitas pagi itu. Tapi test pack itu tidak saya buang, hanya disimpan di satu tempat.

Sekitar satu jam setelah itu saya lihat kembali, ternyata yang semula hanya samar terlihat berwarna merah saat itu sudah berbentuk garis merah, walaupun tidak seterang garis pertama. Segera saya kebarkan kepada istri, dia terlihat binar melihat itu, walaupun tidak terlalu antusias, karena warna garis kedua tidak seterang garis pertama.

Kami kemudian menghubungi saudara dan teman-teman kami untuk bertanya tentang itu. Istri saya bertanya kepada kakaknya yang perempuan, saya bertanya kepada Euis Fauziah, saya biasa memanggilnya teh Eu. Dia teman saya di Youth Islamic Study Club (YISC) Al-Azhar. 

"Teh Eu, jangan bilang-bilang dulu ke yang lain, istri habis test pack ada muncul dua garis, tapi garis keduanya tidak seterang garis pertama, itu pertanda hamil enggak," tanya saya melalui telepon. "Itu hamil Sa," ucap teh Eu yakin. "Biasanya kalau sudah ada garis dua itu hamil, kalaupun garis satunya gak jelas. Tapi biar yakin, konsultasi saja ke dokter atau bidan Sa," sarannya. "Siappp," jawab saya bersemangat.

Istripun mendapat jawaban sama dari kakak perempuannya. Maka hari itu kami ke bidan. "Ini positif hamil," ucap bidan setelah melihat hasil test pack. Mendengar itu rasanya membucah rasa bahagia dalam dada saya. Saya ingin memeluk istri saya, tapi urung dilakukan karena situasi tidak memungkinkan. Akhirnya saya hanya memegang erat tangannya.

Kami pulang dari bidan dengan rasa bahagia yang tidak terkira. Sesampainya di rumah saya langsung memeluknya. Menciumi wajahnya dan mengusap-usap perutnya, dan mengucapkan kasih kepadanya. Tak terasa air mata berlinang di mata saya.

Tiba-tiba saja istri saya menjadi manja. Perut katanya terasa lebih besar, padahal satu jam sebelumnya biasa saja. Tapi saya iyakan saja ucapan dia. Semangat saya untuk memanjakan dia pun menjadi berlipat. Semua karena dua garis yang menciptakan sensasi kehidupan kami.

Saya yakin, rasa bahagia sama pernah juga dirasakan oleh banyak orang lain. Oleh pasangan-pasangan baru yang mengetahui bahwa mereka segara akan menjadi ayah dan ibu. Akan menerima amanah dari Allah, untuk melanjutkan kehidupan ini.

Semoga kita menjadi orang tua yang amanah, dan mampu menuntun anak-anak kita menjadi anak-anak yang akan memberikan manfaat buat keluarga, masyarakat, agama dan bangsanya. Dan semoga Allah selalu memberikan kelancaran reziki buat kita semua untuk membesarkan anak-anak kita. Amiin

Pasar Minggu, Ahad, 6 Maret 2016

2 komentar:

  1. Amin amin, smoga kandungannya Istri sehat selalu, Dan persalinan nnti normal lancar, amin

    BalasHapus