Usianya
belum genap 30 tahun.
Prestasi
bisnisnya terus menanjak. Kini, ia merambah ke Malaysia dan
Philipina.
Namanya HendySetiono.
Dengan modal
empat juta rupiah, bisnis kebab yang dirintis pria muda ini kini
berkembang pesat di dalam
maupun luar negeri. Semua itu ia capai hanya dalam
kurun waktu kurang lebih sembilan tahun.
Atas prestasinya itu Hendy menggondol banyak
penghargaan dari berbagai lembaga. Lebih dari 20 penghargaan diraih pria kelahiran Surabaya, 30 Maret
1983 ini. Di antaranya, Asia’s
Best Entrepreneur Under 25 Years dari BusinessWeek,
10 People of the
Year 2006 dari Majalah TEMPO, Winner of “Enterprise
50” The
Hottest Entrepreneur 2006 dari Majalah SWA, Pemenang Citra
Pengusaha Berprestasi Indonesia Abad 21 dari Profesi Indonesia, Winner of ERNST & YOUNG Entrepreneur Of The Year–Entrepreneurial
Spirit 2009”
dari ERNST&YOUNG.
Tahun 2003 adalah awal Hendy membangun
bisnis kebab yang ia beri nama
Baba Rafi. Muncul gagasan untuk bisnis kebab bermula saat dia mengunjungi
bapaknya yang bekerja di perusahaan minyak di Qatar. Di negeri Timur Tengah itu Hendy melihat begitu banyak orang
berjualan kebab.
Gambarannya
seperti penjual bakso di Indonesia. Menjamur di mana-mana.
Dengan
penasaran, ia pun mencoba makanan khas Turki
tersebut yang
menjamur di Qatar. Dalam keadaan panas dia makan
kebabnya, ada sensasi kelezatan yang ia rasakan di lidahnya. Sesaat kemudian,
terlintas di benaknya untuk membuka usaha kebab di Indonesia.
Hendy pulang ke Indonesia dengan
semangat untuk segera memulai bisnis kebab. Ada dua alasan yang membuat dia
bersemangat.
Pertama,
banyak keturunan Timur Tengah yang tinggal di Indonesia.
Kedua,
masih sangat sedikit orang membuka usaha kebab. Dari yang sedikit itu, kebanyakan kebab dijual di mal-mal,
tempat yang tidak semua orang menjangkaunya.
Hendy memulai bisnisnya di Surabaya,
tempat tinggalnya saat itu. Dia bertekad, bisnis kebabnya harus berhasil. Sebelum memulainya, ia membuat perencanaan
dan strategi
bisnis. Sebagai bentuk keseriusan membangun usahanya itu, ia kemudian mencari partner agar bisa mengontrol kalau
semangatnya mengendor. Hasan Baraja, temannya yang juga tertarik dengan bisnis
kuliner menangkap peluang yang Hendy sodorkan. Mereka kemudian bersepakat
membuat satu gerobak untuk memulai berjualan kebab.
Keberhasilan yang Hendy bayangkan
ternyata tidak mudah. Di minggu pertama jualan, Hendy ditinggal karyawannya
dengan alasan sakit. Terpaksa Hendy menjajakan sendiri dagangannya.
Naas belum berhenti menimpa Hendy saat dia memulai jualan sendiri. Hari itu hujan. Hanya beberapa bungkus kebab yang berhasil
ia jual.
Ia pun
rugi. “Ujian saya berikutnya, uang hasil dagangan dibawa pergi oleh karyawan
pengganti”, ujarnya.
Tapi Hendy
tidak menyerah.
Hari-hari
berikutnya Hendy tetap menjalankan bisnisnya, walaupun hanya mendapat keuntungan
yang tidak
seberapa.
Berhenti Kuliah
Setiap orangtua pasti mendambakan punya
anak yang berprestasi di sekolah, lulus dengan nilai bagus dari perguruan
tinggi, dan mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang besar. Begitu pun orangtua
Hendy. Tapi harapannya sirna saat mendapati Hendy memutuskan keluar dari
kuliahnya. Orangtua Hendy menjadi kalang kabut dan mencoba meyakinkan Hendy
untuk tetap melanjutkan kuliah.
Hendy bergeming. Tekadnya sudah bulat untuk
membesarkan bisnisnya. Menurutnya, agar berhasil dia harus berkonsentrasi penuh. Sebagai wujud keseriusannya dia
mengorbankan kuliahnya. Padahal saat itu ia sudah semester empat di Jurusan Teknik Informatika
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Selama setahun Hendy berkonsentrasi penuh membangun bisnis kebabnya. Sedikit demi sedikit mulai
terlihat titik terang keuntungannya. Setiap bulan omzetnya makin
bertambah.
Dari
mulai ratusan
ribu sampai jutaan rupiah.
Hendy tidak puas sebatas mendapatkan
peningkatan omzet setiap bulan dari hanya penjualan di satu gerobak. Karena itu Hendy berinisiatif menimba ilmu dengan
mengikuti seminar-seminar bisnis dan manajemen. Juga bertukar pikiran dengan
relasi bisnisnya. Pada 2004 Hendy memutuskan untuk mengembangkan bisnis kebabnya
dengan sistem waralaba.
Ia tak menyangka
responnya sangat positif. Banyak orang mulai berdatangan mengajak bekerjasama
dengannya dengan
sistem waralaba itu. Pada 2007, tahun keempat ia
berbisnis kebab, gerainya sudah tersebar di 16 kota di Indonesia dengan jumlah
gerai mencapai 100. Setahun kemudian, gerainya bertambah beberapa kali lipat
menjadi 325 yang tersebar
di 50 kota.
Tidak
berhenti di situ,
sambil
tetap mengembangkan waralaba Kebab Baba Rafi (PT Baba Rafi Indonesia/Babarafi Enterprise),
Hendy memiliki dan
mengelola beberapa brand bisnis unggulan. Pada 2008
Hendy memulai usaha Piramizza.
Pizza yang dikemas dalam bentuk cone
(kerucut) dengan variasi topping yang
menggugah selera.
Ide itu ia dapat saat dia bersama istrinya
jalan-jalan ke mal. Di situ ia melihat ada keganjilan ketika para penikmat
mengalami kesulitan dengan bentuk pizza yang sangat besar, menyerupai nampan. Ia pun menggagas pizza dengan
kemasan yang lebih efektif dan efisien
“Menurut saya itu merepotkan sekali,
apalagi tidak
semua penikmat pizza punya banyak waktu untuk
menikmati pizza mereka.
Nah dari situ saya punya gagasan untuk membuat pizza yang bisa dibawa ke mana-mana dan tidak merepotkan. Its easy to eat pizza,”
ujarnya.
Bisnis pizzanya saat ini juga berkembang
dengan pesat. Pada 2012 ini telah memiliki 75 gerai, yang tersebar di beberapa
kota.
Selanjutnya dia bekerjasama dengan
sahabatnya A. Pramono, yang lebih dikenal dengan Mas Mono. Pemilik restoran
Ayam Bakar Mas Mono (ABMM). ABMM dimulai dari sebuah lapak di depan Universitas
Sahid, Jakarta sejak 2001. Setelah sukses dengan 15 cabang, pada 2009 ABMM
menjalin kersajama dengan PT. Baba Rafi Indonesia untuk dikembangkan dengan
sistem waralaba. Setelah kerjasama
tersebut ABMM berkembang dengan pesat, hanya dalam kurun waktu tiga tahun ABMM
telah menjadi 42 cabang di Jabodetabek dan Palembang dan dua restoran di Malaysia.
Bisnis Hendy yang lainnya adalah Roti
Maryam Abi-abi, saat ini gerainya sudah mencapai 50. Chicken Kebab Babarafi
telah memiliki 25 gerai dan Restoran Bebak Garang memiliki 6 gerai di Bandung
dan Jabodetabek. Sementara Kebab Baba Rafinya saat ini, telah memiliki lebih
dari 1000 gerai di
seluruh Indonesia.
Hendy
terus berpikir dan berusaha untuk mengembangkan sayap bisnisnya. Dia pun melirik pasar Asia untuk
membesarkan bisnisnya. Ia memulainya dari negeri tetangga: Malaysia dan Philipina.
Pada 2012 ini di Malaysia ia memiliki 10 gerai, dan
di Philipina dua gerai. Sementara untuk Thailand masih ia jajaki untuk bekerjasama dengan
pihak sana. Belakangan bahkan dia tertarik untuk melakukan ekspansi ke India
dan Vietnam, agar mencapai target 4000 gerai.
“Perusahaan merevisi target, semula
hanya 1000 gerai menjadi 4000 gerai,” ucap Hendy.
LATEM itu METAL
Dalam buku The Sucsess Principles, pengusaha dan motivator sukses asal
Amerika Serikat Jack Canfield mengatakan, setiap kesuksesan meninggalkan jejak.
Maksud dari ungkapannya adalah seiring dengan kesuksesan seseorang ada jejak yang ia tinggalkan berupa pengalaman
yang bisa ditiru oleh orang lain untuk mencapai kesuksesan yang sama.
Begitu pula halnya dengan Hendy. Berkat kesuksesannya ini ia acapkali didaulat menjadi
pembicara dalam berbagai seminar motivasi maupun kewirausahaan untuk berbagi
pengalaman.
Menurut pengakuannya,
ia menjalankan
bisnisnya dengan prinsip LATEM. Sebuah pinsip yang ia ciptakan sendiri. Kata
LATEM,
menurutnya,
merupakan kebalikan dari METAL. Prinsip LATEM adalah akronim yang ia pakai untuk merangkum prinsip bisnis yang ia lakoni.
L berarti lihat peluang yang ada. E, evaluasi peluang itu. T, tirukan cara yang mungkin dapat
diadopsi. A, amati
caranya dan lakukan. M, modifikasi cara yang telah dipilih
itu. Dengan lima
prinsip ini Hendy menjadi pengusaha sukses.
Sebuah prinsip sederhana yang dapat diadopsi siapa pun. Silahkan coba dan buktikan!***
*** Tulisan ini sebelumnya dimuat di Majalah KADIN DKI Edisi Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar