Kamis, 21 Maret 2013

HENDY SETIONO, DARI GEROBAK MERAMBAH MALAYSIA & PHILIPINA

                                              

Usianya belum genap 30 tahun. Prestasi bisnisnya terus menanjak. Kini, ia merambah ke Malaysia dan Philipina.

Namanya HendySetiono. Dengan modal empat juta rupiah, bisnis kebab yang dirintis pria muda ini kini berkembang pesat di dalam maupun luar negeri. Semua itu ia capai hanya dalam kurun waktu kurang lebih sembilan tahun.

Atas prestasinya itu Hendy menggondol banyak penghargaan dari berbagai lembaga. Lebih dari 20 penghargaan diraih pria kelahiran Surabaya, 30 Maret 1983 ini. Di antaranya, Asia’s Best Entrepreneur Under 25 Years dari BusinessWeek, 10 People of the Year 2006 dari Majalah TEMPO, Winner of “Enterprise 50 The Hottest Entrepreneur 2006  dari Majalah SWA, Pemenang Citra Pengusaha Berprestasi Indonesia Abad 21 dari Profesi Indonesia, Winner of ERNST & YOUNG Entrepreneur Of The Year–Entrepreneurial Spirit 2009” dari ERNST&YOUNG.

Tahun 2003 adalah awal Hendy membangun bisnis kebab yang ia beri nama Baba Rafi. Muncul gagasan untuk bisnis kebab bermula saat dia mengunjungi bapaknya yang bekerja di perusahaan minyak di Qatar. Di negeri Timur Tengah itu Hendy melihat begitu banyak orang berjualan kebab. Gambarannya seperti penjual bakso di Indonesia. Menjamur di mana-mana.

Dengan penasaran, ia pun mencoba makanan khas Turki tersebut yang menjamur di Qatar. Dalam keadaan panas dia makan kebabnya, ada sensasi kelezatan yang ia rasakan di lidahnya. Sesaat kemudian, terlintas di benaknya untuk membuka usaha kebab di Indonesia.

Hendy pulang ke Indonesia dengan semangat untuk segera memulai bisnis kebab. Ada dua alasan yang membuat dia bersemangat. Pertama, banyak keturunan Timur Tengah yang tinggal di Indonesia. Kedua, masih sangat sedikit orang membuka usaha kebab. Dari yang sedikit itu, kebanyakan kebab dijual di mal-mal, tempat yang tidak semua orang menjangkaunya.

Hendy memulai bisnisnya di Surabaya, tempat tinggalnya saat itu. Dia bertekad, bisnis kebabnya harus berhasil. Sebelum memulainya, ia membuat perencanaan dan strategi bisnis. Sebagai bentuk keseriusan membangun usahanya itu, ia kemudian mencari partner agar bisa mengontrol kalau semangatnya mengendor. Hasan Baraja, temannya yang juga tertarik dengan bisnis kuliner menangkap peluang yang Hendy sodorkan. Mereka kemudian bersepakat membuat satu gerobak untuk memulai berjualan kebab.

Keberhasilan yang Hendy bayangkan ternyata tidak mudah. Di minggu pertama jualan, Hendy ditinggal karyawannya dengan alasan sakit. Terpaksa Hendy menjajakan sendiri dagangannya.

Naas belum berhenti menimpa Hendy saat dia memulai jualan sendiri. Hari itu hujan. Hanya beberapa bungkus kebab yang berhasil ia jual. Ia pun rugi. “Ujian saya berikutnya, uang hasil dagangan dibawa pergi oleh karyawan pengganti”, ujarnya.

Tapi Hendy tidak menyerah. Hari-hari berikutnya Hendy tetap menjalankan bisnisnya, walaupun hanya mendapat keuntungan yang tidak seberapa.

Berhenti Kuliah
Setiap orangtua pasti mendambakan punya anak yang berprestasi di sekolah, lulus dengan nilai bagus dari perguruan tinggi, dan mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang besar. Begitu pun orangtua Hendy. Tapi harapannya sirna saat mendapati Hendy memutuskan keluar dari kuliahnya. Orangtua Hendy menjadi kalang kabut dan mencoba meyakinkan Hendy untuk tetap melanjutkan kuliah.

Hendy bergeming. Tekadnya sudah bulat untuk membesarkan bisnisnya. Menurutnya, agar berhasil dia harus berkonsentrasi penuh. Sebagai wujud keseriusannya dia mengorbankan kuliahnya. Padahal saat itu ia sudah semester empat di Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Selama setahun Hendy berkonsentrasi penuh membangun bisnis kebabnya. Sedikit demi sedikit mulai terlihat titik terang keuntungannya. Setiap bulan omzetnya makin bertambah. Dari mulai ratusan ribu sampai jutaan rupiah.

Hendy tidak puas sebatas mendapatkan peningkatan omzet setiap bulan dari hanya penjualan di satu gerobak. Karena itu Hendy berinisiatif menimba ilmu dengan mengikuti seminar-seminar bisnis dan manajemen. Juga bertukar pikiran dengan relasi bisnisnya. Pada 2004 Hendy memutuskan untuk mengembangkan bisnis kebabnya dengan sistem waralaba.

Ia tak menyangka responnya sangat positif. Banyak orang mulai berdatangan mengajak bekerjasama dengannya dengan sistem waralaba itu. Pada 2007, tahun keempat ia berbisnis kebab, gerainya sudah tersebar di 16 kota di Indonesia dengan jumlah gerai mencapai 100. Setahun kemudian, gerainya bertambah beberapa kali lipat menjadi 325 yang tersebar di 50 kota.

Tidak berhenti di situ, sambil tetap mengembangkan waralaba Kebab Baba Rafi (PT Baba Rafi Indonesia/Babarafi Enterprise), Hendy memiliki dan mengelola beberapa brand bisnis unggulan. Pada 2008 Hendy memulai usaha Piramizza. Pizza yang dikemas dalam bentuk cone (kerucut) dengan variasi topping yang menggugah selera.

Ide itu ia dapat saat dia bersama istrinya jalan-jalan ke mal. Di situ ia melihat ada keganjilan ketika para penikmat mengalami kesulitan dengan bentuk pizza yang sangat besar, menyerupai nampan. Ia pun menggagas pizza dengan kemasan yang lebih efektif dan efisien

“Menurut saya itu merepotkan sekali, apalagi tidak semua penikmat pizza punya banyak waktu untuk menikmati pizza mereka. Nah dari situ saya punya gagasan untuk membuat pizza yang bisa dibawa ke mana-mana dan tidak merepotkan. Its easy to eat pizza,” ujarnya.

Bisnis pizzanya saat ini juga berkembang dengan pesat. Pada 2012 ini telah memiliki 75 gerai, yang tersebar di beberapa kota. 

Selanjutnya dia bekerjasama dengan sahabatnya A. Pramono, yang lebih dikenal dengan Mas Mono. Pemilik restoran Ayam Bakar Mas Mono (ABMM). ABMM dimulai dari sebuah lapak di depan Universitas Sahid, Jakarta sejak 2001. Setelah sukses dengan 15 cabang, pada 2009 ABMM menjalin kersajama dengan PT. Baba Rafi Indonesia untuk dikembangkan dengan sistem waralaba.  Setelah kerjasama tersebut ABMM berkembang dengan pesat, hanya dalam kurun waktu tiga tahun ABMM telah menjadi 42 cabang di Jabodetabek dan Palembang dan dua restoran di Malaysia.

Bisnis Hendy yang lainnya adalah Roti Maryam Abi-abi, saat ini gerainya sudah mencapai 50. Chicken Kebab Babarafi telah memiliki 25 gerai dan Restoran Bebak Garang memiliki 6 gerai di Bandung dan Jabodetabek. Sementara Kebab Baba Rafinya saat ini, telah memiliki lebih dari 1000 gerai di seluruh Indonesia.

Hendy terus berpikir dan berusaha untuk mengembangkan sayap bisnisnya. Dia pun melirik pasar Asia untuk membesarkan bisnisnya. Ia memulainya dari negeri tetangga: Malaysia dan Philipina.

Pada 2012 ini di Malaysia ia memiliki 10 gerai, dan di Philipina dua gerai. Sementara untuk Thailand masih ia jajaki untuk bekerjasama dengan pihak sana. Belakangan bahkan dia tertarik untuk melakukan ekspansi ke India dan Vietnam, agar mencapai target 4000 gerai.

“Perusahaan merevisi target, semula hanya 1000 gerai menjadi 4000 gerai,” ucap Hendy.

LATEM itu METAL
Dalam buku The Sucsess Principles, pengusaha dan motivator sukses asal Amerika Serikat Jack Canfield mengatakan, setiap kesuksesan meninggalkan jejak. Maksud dari ungkapannya adalah seiring dengan kesuksesan seseorang ada jejak yang ia tinggalkan berupa pengalaman yang bisa ditiru oleh orang lain untuk mencapai kesuksesan yang sama.

Begitu pula halnya dengan Hendy. Berkat kesuksesannya ini ia acapkali didaulat menjadi pembicara dalam berbagai seminar motivasi maupun kewirausahaan untuk berbagi pengalaman.

Menurut pengakuannya, ia menjalankan bisnisnya dengan prinsip LATEM. Sebuah pinsip yang ia ciptakan sendiri. Kata LATEM, menurutnya, merupakan kebalikan dari METAL. Prinsip LATEM adalah akronim yang ia pakai untuk merangkum prinsip bisnis yang ia lakoni.

L berarti lihat peluang yang ada. E, evaluasi peluang itu. T, tirukan cara yang mungkin dapat diadopsi. A, amati caranya dan lakukan. M, modifikasi cara yang telah dipilih itu. Dengan lima prinsip ini Hendy menjadi pengusaha sukses.

Sebuah prinsip sederhana yang dapat diadopsi siapa pun. Silahkan coba dan buktikan!***


*** Tulisan ini sebelumnya dimuat di Majalah KADIN DKI Edisi Desember 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar