Jumat, 26 Februari 2010

Musala di Margo City


Hari ini (Sabtu, 26/2/10) saya janjian ketemu dengan Endah, Nanin, Faisal dan Risma di Margo City, sebuah Mal mewah di kawasan Depok. Sekedar untuk sharing pengalaman. "Sekalian belanja di Giant," alasan Endah waktu mengusulkan pindah dari Point Square di Lebak Bulus. Di samping karena teman yang tinggal di Ciputat membatalkan untuk ketemu, karena harus ke Jogja.

Dibanding dengan mal lainnya di Depok, Margo City merupakan mal paling mewah. Kalau melihat Margo City di malam hari dan dari jarak jauh, kilauan cahaya putih terpancar dari 'menara' yang merupakan barisan besi, menghiasi dan menjadi pemandangan yang indah.

Memasuki mal tersebut langsung kita akan terasa kemewahan mal tersebut. Berbagai barang dagangan mahal akan terlihat dipajang di toko-toko. Berbagai restoran terkenal ada di mal itu. Orang-orang yang memasuki mal itupun terlihat bersih, klimis dan terlihat mereka orang-orang yang mempunyai cukup banyak uang. Banyak diantara mereka anak-anak remaja dan ibu-ibu mengenakan jilbab. Di depok, hal itu mungkin bukan pemandangan aneh.

Kami berada di mal itu antara pukul 15.00 sampai 18.30. Sehingga tentu waktu tersebut ada waktu-waktu kami harus menunaikan shalat.

Sekitar pukul 16.30an saya menuju musala yang ada di mal itu. "Deket kok Sa, belok kiri dan di sebelah kanan ada petunjuk menuju musala," kata Nanin kepada saya. Sayapun bergegas menuju ke sana. Saya kaget melihat begitu banyak orang yang duduk-duduk di lantai jalan menuju ke Musala. Lebih ke dalam saya melihat antrian orang, baik laki-laki maupun perempuan menunggu wudhu dan salat.

Sesampai di depan musala saya berguman dalam hati, "Pantesan saja, musalanya kecil," gumam saya. Saya ikut antri baik untuk wudhu maupun untuk salat. Saat memasuki musala ada aroma yang kurang sedap yang muncul dari karpet yang lembab. Sayapun tidak melihat tempat penitipan sepatu ataupun sandal, apalagi petugas untuk menjaga sepatu dan sandal tersebut.

Saya kembali ke tempat saya berkumpul dengan teman-teman. Saya mengeluhkan kecilnya musala, kemudian Faisal memberi tahu kalau di lantai satu musalanya lebih besar. Waktu maghrib saya solat di sana. Memang lebih besar, tapi kondisinya sama saja, tidak ada pengelolaan lebih serius, sehingga karpet aromanya kurang sedap.

Mal merupakan tempat berkumpulnya banyak orang. Di Indonesia masyarakatnya sebagain besar adalah penganut agama Islam. Wajar kalau kemudian pengelola mal menyediakan tempat solat yang layak untuk para pengunjung. Sebanding dengan kemewahan barang-barang yang dia tawarkan kepada para pengunjung. Di Margo City itu tidak terlihat!

Kesadaran menyediakan musala yang layak sebenarnya dibanyak mal sudah mulai terlihat. Mal-mal baru seperti Pacific Place, Senayan City, Grand Indonesia, Plaza Indonesia, Pasaraya, Blok M Square, Mal Artha Gading, Mall of Indonesia dan beberapa tempat lainnya menyediakan tempat yang layak. Bersih, ada petugas yang menajaga kebersihan, menyediakan penitipan sepatu dan sandal, merapikan alat-alat solat dan lain-lain. Di Facific Place malah menyediakan minum. Saat pengunjung datang ke musala petugas menyapa dengan ramah dan mempersilahkan.

Kami pernah melakukan penelitian terhadap musala-musala yang ada di mal. Setelah kami melakukan penelitian itu, kami mengatagorikan empat penilaian, yaitu: Istimewa, baik, sedang dan buruk.

Dalam katagori tersebut, musala yang ada di Margo City buat saya termasuk katagori keempat, BURUK!

Sayapun berpikir ulang untuk bertemu, membuat janji atau berbelanja di Margo City, yang kemungkinannya saya harus salat di sana.

Wassalam,
Wars Tarsono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar