Rabu, 31 Desember 2008

Pengalaman Mewawancarai Ketua MPR RI


Minggu kemarin saya ditugaskan oleh Majalah Madina untuk mewawancarai Ketua MPR Dr. Hidayat Nur Wahid. Majalah Madina adalah tempat dimana saya nyambi sebagai wartawan. Saya diminta mewawancarai Pak Hidayat tentang usulan Pak Hidayat terhadap MUI untuk membuat fatwa haram golput.

Walaupun dunia jurnalistik bukan sesuatu yang baru buat saya, tetapi profesi resmi sebagai wartawan baru kali ini.

Semula saya agak ragu untuk dapat menghubungi Pak Hidayat, karena waktu yang sudah agak mepet. Akhirnya saya mencoba mengubungi teman-teman aktivis PKS yang saya kenal, dari dia kemudian saya mendapat nomor telepon Pak Umar, sekretaris Pak Hidayat.

Secepatnya saya menghubungi Pak Umar. Dari Pak Umar saya dianjurkan untuk menghubungi Pak Dikarno, orang sekretariat MPR. Pak Dikarno menyarankan saya untuk membuat surat dan dikirim melalui fax. Saya ikuti prosedur tersebut, setelah dikirim saya mengkonfirmasi ke Pak Dikarno, apakah suratnya sudah diterima. "Sudah, dan sudah taroh di meja Bapak". Jawab Pak Dikarno.

Mendengar jawaban tersebut, saya lega, kemudian merencanakan untuk mengkonfirmasi besok harinya. Esok harinya, waktu menunjukan sekitar pukul 8 pagi, saat itu saya masih bersiap untuk berangkat kerja. Tiba-tiba HP saya berdering, dan dari sebrang terdengar suara, "Ini Pak Warsa?". "Iya Pak". "Bapak besok diterima untuk wawancara jam 1 siang". Saya kaget dan surprise mendengar berita itu. "Oh iya pak, terima kasih". Jawab saya."Bapak besok ketemu saya dulu". Iya pak, terima kasih, jawab saya kembali. Saya pun merencanakan untuk mengkonfirmasi kembali pagi harinya sebelum saya bernagkat wawancara.

Esok harinya saya pun masih bersiap, waktu sekitar pukul 8an. HP saya berdering dan saya angkat, terdengar suara dari HP saya. "Dengan Pak Warsa?". "Iya Pak". "Jadi Pak wawancara dengan Pak Hidayat?". "Jadi". "Saya mau konfirmasi aja, Bapak datang sebelum jam 1 ya, takutnya Bapak ada acara lain". "Iya Pak". Terima kasih Pak. Kami menutup pembicaraan.

Pukul 12.30 saya sudah di gedung MPR dan langsung menuju ruangan Pak Hidayat Nur Wahid. Petugas keamanan di MPR bertanya tantang keperluan saya, dan saya katakan saya sudah punya janji untuk mewawancarai Pak Hidayat Nur Wahid. Petugas mempersilahkan saya untuk masuk. Saat saya sedang menunggu lift terdengar suara petugas keamanan di sana berkoordinasi dengan petugas yang jaga di ruangan ketua MPR menggunakan HT. "Monitor, ini ada satu orang walet menuju ke sana, dia sudah punya janji dengan pak Hidayat untuk wawancara, gitu ganti". "86". Terdengar jawaban dari suara HT nya.

Mendengar percakapan tersebut saya tersenyum sendiri. "Oooh walet toh istilah buat wartawan, baru tahu aku". Ucap saya dalam hati. Saya tahu para petugas keamanan sering menggunakan istilah-istilah sendiri untuk percakapan antara mereka. Dan itu saya tahu setelah beberapa lama bergaul dengan petugas keamanan di Al Azhar. Untuk areal sekolah misalnya mereka menggunakan istilah solo, ada juga medan 1 dan medan 2 dst.

Saya sampai di lantai ruangan Pak Hidayat langsung disambut oleh petugas di sana, petugaspun langsung memberikan khabar kepada saya. "Pak Hidayat masih di jalan, Bapak diminta nunggu, silahkan Bapak bisa nunggu di situ". Sambil menunjuk kursi tamu yang ada di lantai itu. "Oke Pak, kalau mau sholat dulu dimana Pak? Tanya saya. "Oh di sana, sini saya antar" Sambil bergegas mengantarkan saya ke tempat sholat. Saya merasa surprise mendapat perlakuan tersebut. Semula saya berharap cuma ditunjukkan tempatnya saja, tetapi malah dia mengantarkan saya sampai ke tempat sholat tersebut. Saya kagum atas perlakuan tersebut, dalam hati, saya merasa bangga ternyata gedung MPR mempunyai petugas yang bisa memberi pelayanan dengan baik, seperti sering saya temui di gedung-gedung swasta.

Saya tadinya mafhum kalau di gedung MPR ini petugasnya sama dengan gedung-gedung pemerintah lainnya, yang sering kali cuek sama tamu-tamu yang datang. Kalau diminta menunjukan sesuatu, kebanyakan mereka sering menjawab seadanya dan kemudian berlalu. Tetapi saat ini di gedung MPR tidak, jadi saya surprise sekali.

Beberapa waktu setelah menunggu, Pak Hidayat datang, tak lama kemudian saya diminta untuk masuk ruangan. Saat inipun saya menerima pelayanan yang memuaskan, saya diantar ke ruangan, dan kemudian dipersilahkan dengan sopan oleh petugas.

Tak lama saya langsung mewawancarai Pak Hidayat, ada beberapa pertanyaan saya ajukan, tetapi memang lebih banyak mengenai usulan dia agar MUI membuat fatwa. Dari wawancara tersebut saya mengetahui latar belakang Pak Hidayat memberikan usulan tersebut. Argumen-argumennya cukup rasional, dan menunjukan dia sebagai seorang negarawan.

Terus terang saya sendiri semula berencana untuk golput pada pemilu legislatif, tetapi akan memilih saat pemilu presiden. Dengan argumen Pak Hidayat saya berpikir untuk merubah rencana saya, walaupun belum tentu akan memilih PKS. "Yang penting gunakan hak pilih". Sedikit saya kutifkan wawancara beliau.

Untuk lebih lanjut mengetahui hasil wawancara saya silahkan membacanya, tentu saja dengan membeli Majalah Madina. website Majalah Madina: www.madina.co.id.

Selama saya menjalani preses wawancara tersebut, ada dua hal yang membuat saya surprise. Pertama keseriusan staf MPR menjadwalkan dan memberikan pelayanan wawancara saya dengan Pak Hidayat. Kedua Pelayanan para petugas keamanan yang maksimal terhadap saya. Untuk itu saya berdoa semoga mereka menjadi orang-orang yang selalu bisa dibanggakan.

Tapi sayangnya saya masih melihat beberapa staf lain dengan cueknya merokok di tempat yang terlarang untuk merokok, di gedung MPR tentunya. Ketika fotografer saya menegornya staf tersebut dengan seenaknya menjawab "Saya bukan merokok, tapi memegang rokok", padahal rokok yang dia pegang menyala. Terselip rasa sedih dalam hati saya.

Wassalam,

MWT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar